Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabaarakatuhu wamaghfiraatuhu waridhwaanuh

Minggu, 02 Juni 2013

HAMBA ALLAH SESUNGGUHNYA

Sahabat,
Saat qt memberikan shadaqah,
di daftar qt menulis “HAMBA ALLAH”.

Saat qt berdoa,
qt menyebut “Dengarkanlah doa HAMBA-Mu Ya ALLAH”.

Saat qt dikaruniai seorang bayi lelaki,
qt beri nama “ABDULLAH” (HAMBA ALLAH).

Pertanyaannya,
Apakah qt mengerti arti dari kata “HAMBA”?
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tertulis arti dari kata Hamba adalah, “Pelayan” atau “Pembantu”.
Bahasa ‘keren’nya “Asisten”.
Bahasa ’londo’nya, ”Bedinde”.
Bahasa ’prokem’nya, ”Pembokat” alias ”Pembentes”.
Dan.bahasa ’ndeso’nya, ”Babu” atau ”Kacung” alias ”Jongos”.

Nah, jelaslah seorang Hamba, pasti punya ”Tuan” atau ”Boss” alias ”Juragan”.
Aneh rasanya bila seorang hamba, lalu bersikap atau berlagak ba’ ”Majikan”.

Pertanyaan berikut,
SEPENUH HATI-kah qt mengakui diri ini Hamba Allah?
Bila jawabannya “Ya, sepenuh hati”, maka tentunya kepatuhan, kewajiban dan larangan sebagai seorang Hamba Allah, pasti sepenuh hati juga dijalankan.

Seorang hamba akan berusaha sekuat tenaga memuaskan keinginan “Tuan”nya.
Seorang hamba akan menjaga reputasi kerjanya agar tetap baik dan manfa’at dihadapan ”Boss”nya.
Dan seorang hamba akan patuh kepada apa yang ditugaskan kepadanya, dan apa yang dilarang dilakukan, oleh ”Juragan”nya.

Jadi, seorang Hamba Allah yang Shalih, pastinya tidak menomor satukan ”Hak”nya, tetapi ia akan men”Jawara”kan seluruh ”Ke-tha’atan”, Kewajiban” dan ”Larangan”, yang di ajukan ”Majikan”nya yaitu Allah SWT.

Pertanyaan terakhir,
Bila memang qt telah sepenuh hati menjadi Hamba Allah, apakah Allah MERIDHAI, MENERIMA atau MENGAKUI qt sebagai Hamba-Nya?
Bukan qt yang MEMAKSA Allah untuk menerima qt menjadi Hamba-Nya.

Hal ini menjadi ”kunci utama” bagi seseorang yang mengaku dirinya Hamba Allah, yaitu Pengakuan Allah bahwa qt ini benar-benar Hamba-Nya.

Sebab sering kali pengakuan sebagai Hamba Allah itu datangnya dari diri ini. Selanjutnya qt akan berusaha sepenuh hati untuk tha’at dan ikhlas dalam beribadah. Qt juga berusaha untuk menjauhi segala larangan-Nya. Namun saat ujian-Nya datang, qt mengeluh, kecewa hingga marah kepada Allah.
”Allah tidak adil”lah, ”Allah nda’ sayang”lah, sampai-sampai ”Allah itu kejam”.
ASTAGHFIRULLAAHAL AZHIIM.

Padahal saat Allah memberikan qt ujian-Nya, saat itulah Allah tengah menyiapkan diri-Nya untuk meng”AKUI” qt ini sebagai Hamba-Nya.
Ujian-Nya itu mengukur sedalam apakah ke”tha’at”an, ibadah dan ke”sepenuh-hati”nya qt, untuk layak diterima Allah sebagai hamba-Nya.
Allah berfirman;
”Ketaqwa’anmu akan Ku uji kebenarannya. Apakah betul sepenuhnya untuk Ku, ataukah semata-mata untuk dunia yang Kuberikan kepada mu?”
(asnad Syekh Abu Shalih Musa Jankai Dawshat)

Akhirnya,
Bila Allah meridhai ketakwaan qt, artinya Allah telah mengakui qt sebagai HAMBA-Nya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar