Saat itu q bersama teman sedang mengendarai motor, didepan kami ada beberapa motor juga yang sedang melaju. Tiba-tiba dari sebuah motor, jatuh sebuah dompet wanita dan langsung beterbangan uang yang keluar dari dompet itu. Namun motor tersebut terus saja melaju. Sepertinya si penumpang tidak menyadari kalau dompetnya jatuh.
Teman q spontan berhenti, q pun spontan turun dan langsung mengumpulkan uang yang beterbangan dan berserakan dijalan raya.
Uang yang berserakan itu ternyata cukup merepotkan q untuk mengumpulkannya, karena jalanan cukup ramai dengan kendaraan, sementara uang tersebut cukup jauh bertebarannya. Alhamdulillah, para pengendara yang melintas dan melihat q yang tengah memunguti uang, memberi kesempatan kepada q untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Setelah q lihat tidak ada lagi uang dan kertas yang tersisa dijalan, q dan teman mencari tempat untuk mengatur dan mencari tahu data pemilik dompet tersebut.
Uang-uang itu kebanyakan berwarna biru alias Rp. 50.000,-, ada juga yang merah, tetapi tidak sebanyak yang biru. Bila dilihat sekilas, jumlahnya mencapai Rp. 3.000.000,-.
Selain uang ada juga bon-bon kwitansi, dua kartu ATM dan sebuah KTP.
Q tidak menghitung secara rinci jumlah uang itu, semuanya langsung q masukkan kembali kedalam dompet.
Berbekal KTP didalam dompet, kami kemudian mencari alamat sang pemilik dompet.
”Ya Allah, niat q mengembalikan dompet ini semoga Engkau terima, dan mengampuni dosa-dosa q”, doa q dalam hati saat mencari alamat sang pemilik dompet.
Dengan bertanya kepada beberapa orang dijalan, akhirnya kami berhasil menemukan alamat itu.
Sayangnya, saat kami tiba di alamat tersebut, dari warga setempat diperoleh keterangan bahwa ternyata orang itu telah pindah.
”Aduh, kemana lagi kami harus mencari sang pemilik dompet”, bisik batin q. Sempat kami sepakat untuk menyerahkan dompet itu kepada pengurus masjid setempat. Tetapi, tiba-tiba dari beberapa warga, ada yang berkata, ”Saya tahu nomor HPnya, biar saya hubungi dulu, ya bu”. Lalu ada juga seorang wanita berkata, ”Saya saudaranya Yuni (pemilik dompet), biar nanti saya beritahu dia, bu”.
Alhamdulillah, setelah satu jam menunggu, Yuni pun datang. Q lalu menyerahkan dompet tersebut, seraya berkata, ”Mba’, ini dompetnya, isinya semoga lengkap, sebab tadi sempat berceceran di jalan”.
Wanita yang mengaku saudara Yuni pun angkat bicara, ”Memangnya dompet itu di simpan dimana Yun, sampai bisa jatuh?”.
”Tadi saya simpan di kantung depan motor, mba’ (motor Mio yang ada kantung depannya). Saat tiba di Citayam, baru saya mengetahui dompetnya hilang”, jelas Yuni kepada saudaranya dan kami.
”Masya Allah, ceroboh banget kamu ini, Yun. Alhamdulillah ada ibu dan bapak ini yang dengan rela mau mengumpulkan dan mengembalikan dompetmu”, kata saudaranya Yuni berkomentar. ”Coba kalau orang lain, belum tentu dompetmu bisa kembali. Utuh lagi.”
Q dan teman hanya tersenyum, mendengar perkataan itu.
”Iya bu, terimakasih banyak, ya. Soal uangnya mungkin bisa diganti, namun bon-bon kwitansi itu yang lebih penting”, kata Yuni kemudian kepada kami dengan mata berkaca-kaca.
”Ya sudah, kami pamit ya, semoga bisa menjadi pelajaran berharga, ya mba’ ”, kata q sambil bangkit berdiri.
Kami lalu bersalam-salaman. Saat q bersalaman dengan Yuni, ditempelkannya dua lembar Rp. 50.000,- kedalam jabatan itu. Q lalu menolak, namun Yuni memaksa.
”Nda’ usah mba’, q tulus koq”, kata q sembari mengembalikan uang tersebut kepada Yuni.
Berulang kali q tolak, Yuni tetap memaksa. Akhirnya uang itu q terima juga.
Dengan berulang-ulang mengucapkan terimakasih, Yuni dan warga disitu mengantar kami sampai ketempat motor kami di parkir.
Di jalan uang salam tempel itu q bagi dua dengan teman q.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar