ASTAGHFIRULLAAHAL ADZIIM
Shahabat,
Kali ini q akan berbagi kisah yang dapat menjadi bahan introspeksi dan motivasi muhasabah qt... akan keyaqinan kepada du’a.
Dahulu, hiduplah seorang lelaki yang terkenal dzuhud dan sangat tha’at beribadah, bernama Abu Ali Labib Al Abib. Ia adalah mantan budak tentara Romawi.
Suatu hari Labib melihat seekor ular menyelinap dalam kamarnya. Ia lalu memegang ekornya untuk dibunuh, tetapi ular itu justru berbalik menyerangnya dan berhasil menggigit tangannya.
Tak lama berselang kedua tangannya menjadi lumpuh, disusul oleh kedua kakinya, lalu matanyapun buta dan terakhir ia menjadi bisu. Tinggal telinganya saja yang masih mampu mendengar.
Kemalangan ini dialaminya selama satu tahun.
Selama itu-lah Labib tergeletak tiada berdaya. Ia selalu dibantu bila haus, lapar, mandi dan buang hajat. Selebihnya istrinya tidak bisa berbuat apa-apa, karena ia hanya diam.
Hingga suatu waktu datang seorang perempuan yang bertanya pada istrinya, ”Bagaimana keadaan Abu Ali Labib?”. Istrinya menjawab, ”Ya..., begitulah, ia tidak hidup juga tidak mati. Hal ini membuat hatiku sedih dan bimbang.”
Mendengar hal itu, Labib lalu mengadu kepada Allah dalam du’a. Tiap hari, ia terus berdu’a.
Sampai pada suatu hari, ia merasa seakan-akan menerima pukulan sangat keras yang hampir membuatnya binasa.
Hal itu terus berlangsung hingga tengah malam, kemudian sedikit demi sedikit rasa sakit itu mulai menghilang, hingga akhirnya ia dapat tidur.
Dimalam hari kemudian, ketika terjaga dari tidurnya, Labib merasakan tangannya telah berada di atas dada, padahal selama ini tergeletak tidak berdaya. Ia mencoba untuk menggerakannya dan berhasil. Hatinya merasa gembira dan bertambah yaqin, Allah akan memberikannya kesembuhan.
Lalu Labib mencoba menggerakkan tangan yang satunya lagi, kemudian ia membalikan badannya kekanan dan kekiri, sebentar kemudian ia sudah bisa duduk. Selanjutnya, dicobanya untuk berdiri, dan berhasil. Berikutnya, ia mencoba untuk berjalan, ini juga berhasil, namun matanya masih gelap.
Saat malam tiba, ia meraba-raba dinding kamar untuk mencari pintu keluar. Ia lalu menuju teras rumahnya dan ’alhamdulillah’, matanya-pun dapat memandang langit dan bintang-bintang yang berkedip.
Bukan main gembira dan bahagia hatinya hingga tak disadarinya ia berucap syukur kepada Allah. Dan, ia-pun kini bisa bicara.
Sempurnalah kini kesembuhan yang diberikan Allah kepadanya.
Bibirnya terus menerus mengucapkan rasa syukur kepada Allah,
”Wahai Dzat Yang Maha Kaya Kebaikan-Nya! Hanya Milik-Mu-lah segala puji.”
Setelah itu Labib berteriak memanggil istrinya. Istrinya lalu menghampirinya dengan penuh keheranan dan berkata, ”Abu Ali?”
”Ya. sekarang inilah aku menjadi Abu Ali yang sebenarnya. Dan kini nyalakanlah lampu”, kata Labib kepada istrinya.
Selepas peristiwa ajaib tersebut Labib lebih melayani Allah dan bertambah-tambah tekun ber’ibadah. Hingga ia kemudian dikenal sebagai seorang yang mustajabah dalam du’a.
Shahabat,
Hikmah yang dapat qt petik dari kisah diatas adalah YAQINLAH KEPADA DU’A. Karena Allah SWT sungguh mendengar suara hamba-Nya.
Sebagaimana firman Allah,
”dan Dia memperkenankan (du’a) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang shalih dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.”
(Asy-Syura [42]: 26)
Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah segala du’a yang baik di SISI Allah, pasti di-qabul-kan, hanya perlu kesabaran dalam menunggu ter-qabul-nya du’a.
Sebagaimana firman Allah,
INNALLAAHA MA’ASH SHAABIRIIN
“... sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(Al- Baqarah [2]: 153)
Sebab dengan melatih kesabaran, tidak hanya du’a yang kelak di ijabah Allah, kwalitas amal dan ibadah qt pun teruji, alias tawakal.
SUMBER
Al-Qadhi Abu Ali At-Tanukhi dari Kisah Para Auliya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar