Saat kami naik kereta api hendak ke Kota, Jakarta, kami duduk bersebelahan dengan seorang lelaki eksentrik. Pakaiannya seperti gipsy, atau hipi bisa juga harajuku. Dengan dilengkapi kalung yang bertumpuk, demikian juga dengan gelang-gelang ditangannya. Bila dilihat sekilas, sungguh aneh dan agak menakutkan. Apalagi dengan perawakannya yang hitam dan kekar.
Tadinya kami ingin pindah, namun sudah tidak ada lagi tempat selain disebelah lelaki aneh tersebut.
Selang beberapa saat, lelaki eksentrik tadi mencoba bercakap-cakap dengan kami, ”Ibu-ibu ini mau kemana?”.
”Oh, kami akan berziarah ke Luar Batang di dekat Pasar Ikan, bapak”, jawab teman q, Hafshah. Karena dia yang duduk tepat disebelah lelaki itu.
”Sudah sering ber-ziarah kesana?”, tanya lelaki aneh itu lagi.
”Kalau saya, baru pertama kalinya, bapak. Sedangkan ibu ini (sambil menunjuk kepada q), sudah beberapa kali”, masih jawab Hafshah.
”Hmm, hati-hati kalau kesana bu”, saran lelaki kekar itu.
”Memangnya kenapa, bapak?”, tanya Hafshah.
”Banyak malingnya! Bila ibu akan berziarah, pastikan barang-barang berharga yang ibu miliki, ada dalam pengawasan ibu atau teman yang ibu percaya”, nasehat lelaki tadi.
Sedangkan di sebelah q, duduk seorang lelaki setengah baya, berpakaian taqwa, lengkap dengan sorban dan kupluk putih dikepalanya. Tampaknya seperti ulama, atau orang alim.
Lelaki ini tadinya hanya diam. Lalu q coba bercakap-cakap dengannya,
”Maaf pak, bapak mau ke Luar Batang?”.
”Tidak, bu. Apa saya terlihat oleh ibu, seperti akan berziarah?”, lelaki alim itu justru balik bertanya.
”Sepertinya begitu, bila saya melihat dari penampilan bapak ini”, kata q menjelaskan.
”Saya ini pedagang, bu. Saya berjualan baju-baju muslim di Pasar Pagi”, gantian lelaki itu menerangkan pada q. ”Saya sebenarnya beragama Nasrani. Karena bos saya seorang Haji, maka ia meminta saya berpakaian seperti ini.”
Saat kami tiba di Stasiun Beos, Hafshah ’kebelet’ ingin buang air kecil. Ia segera berlari ke ’Toilet’. Sementara q yang kurang bisa berjalan cepat, tertinggal dibelakang.
Setiba q di toilet yang dimasuki Hafshah, kulihat ia tengah kebingungan dan hampir menangis.
Q pun bertanya, ”Ada apa bu, apa yang terjadi?”.
”Tas saya yang besar, dibawa lari, mi”, kata teman q.
”Astaghfirullaahal azhiim, kenapa bisa begitu”, tanya q terkejut.
”Tadi, saat saya akan buang air kecil, ada seorang ibu paruh baya dan berpakaian muslimah, duduk disini. Karena ’khusnudhan’, saya lalu menitip tas saya padanya”, jelas teman q. ”Ternyata saya tertipu oleh penampilannya.”
”Apa isi tas itu, bu”, tanya q penuh khawatir.
”Sebenarnya hanya mukenah, sajadah dan handuk kecil, mi”, kata teman q.
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”, spontan tercetus dari kedua bibir ini.
Sahabat...
Dari ketiga peristiwa diatas, ternyata qt ini sering tertipu dengan penampilan seseorang.
Yang qt anggap aneh dan menyeramkan, justru ramah dan tulus hatinya. Sementara yang qt anggap alim dan baik, malahan bunglon dan berhati serigala.
ASTAGHFIRULLAAHAL AZHIIM
masya'Allah ...
BalasHapussyuqran atensinya bang Id Zulk, semoga manfaat...
BalasHapus