Rasulullah saw pernah bersabda kepada istrinya Siti ‘Asiyah, “Aku tahu saat kau senang kepadaku dan saat kau marah kepadaku.” Siti ’Aisyah bertanya, “Dari mana engkau mengetahuinya?” Beliau menjawab, ” Kalau kau sedang senang kepadaku, kau akan mengatakan dalam sumpahmu ’Tidak demi Tuhan Muhammad’. Akan tetapi jika kau sedang marah, kau akan bersumpah, ’Tidak demi Tuhan Ibrahim’.” Siti ’Aisyah pun menjawab, “Benar, tetapi demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan meninggalkan, kecuali namamu saja.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sahabat, bila kita sedang dalam keadaan tidak senang, seperti kecewa, ataupun marah kepada orang yang terdekat dengan kita, entah itu; suami kita, istri kita, anak kita, bahkan orangtua kita… bisakah kita tidak menghitung sifat jeleknya, tetapi kebaikannya. Dan bisakah kita tidak menghitung kebaikan yang sudah kita berikan kepadanya, malah kita melihat kekurangan kita padanya?
Rasanya mungkin sulit, tetapi tidak ada salahnya kita mulai mencoba untuk mengintrospeksi diri. Sebab setiap orang memiliki sisi baik dan sisi buruk. Karena manusia tidak ada yang sempurna, maka marilah mengusahakan untuk melihat sisi baiknya lebih dari pada sisi buruknya. Walau mungkin sisi buruknya lebih besar dari sisi baiknya, tetapi pasti masih ada sisi baiknya.
Bermuhasabahlah dengan tersenyum ketika marah. Dengan demikian kita bisa tetap berharap dan berusaha untuk selalu ber’khusnudhon’. Kita juga tidak dihinggapi penyakit stress ataupun tekanan batin atas ulah dan sikapnya. Hal ini membuat kita bisa senantiasa bersyukur, sabar dan lebih mengerti akan sifat dan perangai dari orang-orang terdekat kita. Beban hidup-pun bisa terasa ringan. Mari mencoba…
… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang.Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali-`Imraan: 134)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar