Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabaarakatuhu wamaghfiraatuhu waridhwaanuh

Senin, 12 September 2011

TAKUT MISKIN DI AKHIRAT

Setiap manusia didunia tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan badaninya. Hal ini akan terasa berat bila tidak didukung dengan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup, apalagi bila ditambah dengan status telah berkeluarga. Maka persoalan kebutuhan akan semakin menjadi beban seseorang. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak pernah menurun harganya. Setiap waktu harga-harga tersebut terus meningkat.

Kisah ini terjadi pada seorang pemuda, sebut saja Fahmi. Ia telah berkeluarga dan dikaruniai 2 orang anak yang masih kecil. Kesulitan memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya membuat ia mengeluh karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Walau demikian, ia adalah seorang laki-laki yang tekun beribadah. Ia rajin menjalankan shalat wajib lima waktu serta sholat-sholat sunnah lainnya.


Tiga tahun berlalu setelah Fahmi berumahtangga, kehidupan ekonominya tidak bertambah baik. Ia lalu memutuskan untuk menemui seorang Kyai untuk meminta pencerahan atas permasalahannya.
”Pak Kyai, tiga tahun sudah saya berumahtangga, saya juga sudah berusaha istiqomah dalam beribadah. Setiap hari saya sholat lima waktu, sholat Tahajud, sholat Dhuha dan sholat Hajat, semata-mata agar Allah SWT melimpahkan rizqi yang cukup. Namun, sampai saat ini saya masih saja miskin,” keluh Fahmi.
“Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar doamu. Suatu saat nanti pasti Allah mengqobulkannya. Bersabarlah!” Jawab sang Kyai.
”Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua harga kebutuhan serba naik! Bagaimana saya bisa diam, sementara anak-anak saya menangis kelaparan! Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan hidup?”, protes Fahmi.
”Ya tentu saja tetap dari Allah, pokoknya sabar, pasti ada jalan keluarnya. Teruslah beribadah,” kata Kyai.
”Percuma saja Pak Kyai, Allah tidak mendengar permohonan saya. Lebih baik saya berhenti saja beribadah,” jawab Fahmi dengan kesal.
”Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera menjawab permintaanmu,” timpal Kyai dengan ringan.

Fahmi pun pulang. Rasa kesal masih menggelayuti hatinya hingga tiba di rumah. Ia menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur pulas di kursi serambi. Dalam tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yng sangat luas, berlantaikan emas murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat dari intan permata. Bahkan beribu perempuan cantik jelita menyambutnya. Seorang perempuan yang sangat cantik dan bercahaya mendekati dirinya.

”Anda siapa?” tanya Fahmi.
”Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti.”
”Ohh… lalu ini istana siapa?”
”Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan ibadahmu di dunia.”
”Ohh… dan taman-taman yang sangat indah ini juga punya saya?”
”Betul!”
”Lautan madu, lautan susu, dan lautan permata juga milik saya?”
”Betul sekali.”
Fahmi begitu mengagumi keindahan suasana surga yang sangat menawan dan tak tertandingi itu. Namun, tiba-tiba ia terbangun dan mimpi itu pun hilang.

Belum hilang rasa kagum dan herannya atas mimpinya tadi, Fahmi melihat tujuh mutiara sebesar telor bebek diatas meja yang ada didekatnya. Betapa senang hatinya dan segera ingin dijualnya mutiara-mutiara tersebut. Ia pun menemui sang Kyai sebelum pergi ke tempat penjualan mutiara.

Diceritakannyalah mimpinya tentang surga dan ketujuh mutiara yang ditemukannya tersebut. “Pak Kyai, akhirnya Allah menjawab doa saya,” kata Fahmi dengan riang.
”Alhamdulillah. Tetapi perlu kamu ketahui bahwa tujuh mutiara itu adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun lalu.” Jawab Kyai
”Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan surga saya Pak?” Tanya Fahmi gusar.
”Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan ibadahmu. Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu kamu tidak akan miskin tujuh turunan.” Jawab Kyai.
”Ya Allah, saya tidak mau mutiara-mutiara ini. Lebih baik saya miskin di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah ambilah kembali mutiara-mutiara ini dan gantilah itu dengan amal ibadah saya hingga wafat nanti,” ujar Fahmi sadar diri.

Tujuh mutiara yang berada di depannya itu hilang seketika. Fahmi lalu berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah lebih baik lagi demi kekayaannya di akhirat kelak.



”Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali-`Imraan: 145b)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar